Oleh: mantostrip | November 2, 2010

Anak Krakatau Part#3 : Menjejakkan kaki di puncak purba


Camping di Lereng Anak Krakatau

Masih menyambung cerita dari Anak Kratakatu Part#2 , kali ini kami telah sampai di lereng gunung Anak Kratakau setelah perjalanan 1 jam dari Lagoon Cabe di pulau Rakatta. Perahu tidak sepenuhnya bisa merapat ke daratan karena bibir pantai yang terlalu dangkal, sehingga kami harus basah-basahan mencincing celana untuk merapat ke pulau Anak Krakatau ini. Pantai disini berpasir hitam pekat, mungkin karena pasir ini berasal dari erupsi gunung Anak Krakatau di masa lalu. Satu persatu dari kami turun dari perahu dan menurunkan semua perlengkapan berkemah. Kebetulan waktu itu kami sedang kurang beruntung, tempat yang biasa dipakai untuk camping sudah ditempati oleh rombongan fotografer yang lebih dahulu datang kesini. Akhirnya kami mencari tempat datar tepat dipinggir pantai, diatas tanah lapang berpasir yang ditumbuhi ubi jalar. Kami membawa 4 tenda, 2 untuk cewek dan 2 untuk cowok. Hmm . . .berkemah dipantai memang tidak seperti di gunung, udaranya cenderung panas, jadi kami malah asyik bermain, nongkrong, dan tiduran di luar tenda. Acara yang tidak boleh dilewatkan ketika kita berkemah di pinggir pantai adalah “Bakar Ikan”, kami pun membeli ikan segar hasil tangkapan nelayan yang bersandar di pantai ini. Satu ikan besar seberat 4 kg seharga 50 ribu rupiah cukup untuk pesta api unggun malam itu. Untuk membakar ikan ternyata ada tekniknya sendiri, kami pun diajari cara membakar ikan yang baik oleh rangger kami pak Amir. Udara pantai yang hangat membuat suasana api unggun semakin panas, lain dengan api unggun di gunung yang menghangatkan badan dari udara dingin, disini kami malah lepas baju karena kepanasan dan keringetan. Sekitar 1 jam ikan dipanaskan diatas bara api, ikan pun siap disantap bersama dengan bumbu kecap dan saus seadanya. Nasi liwet panas masakan ibu2 yang masih amatiran pun menjadi nikmat karena kebersamaan yang tercipta . . . hmmm . . . rasa ikan itu kembali terasa ketika nulis kalimat ini. Waktu sudah hampir jam 10 malam, pesta pun ditutup dengan mengambil posisi tidur masing2. Ada sebagian yg tidur di dalam tenda, ada sebagian lagi di bibir pantai, sebagian lagi di dekat api unggun. Udara pantai yang hangat membuat saya tidak ingin tidur di dalam tenda yang sumpek, saya lebih suka menggelar matras dan tiduran diluar beratapkan langit malam yang semakin menghitam karena mendung. Di tengah2 lelapnya tidur kami, tiba2 setetes dua tetes air dari langit membangunkan kami, hujan ringan turun di tengah malam, kami pun bergegas masuk ke tenda untuk melanjutkan tidur sampai pagi.

Mendaki Puncak Purba

Kami sepakat untuk bangun pukul 4 pagi untuk summit attack ke puncak Krakatau melihat Sunrise keesokan harinya. Karena hujan sepanjang malam, kami pun malas-malasan untuk bangun, karena kami berasumsi Sunrise tidak akan terlihat karena mendung. Sampai akhirnya jam 5 lebih kami baru keluar dari tenda, berkemas dan bersiap mendaki puncak Krakatau. Saya segera membangunkan Pak Amir yang bermalam di perahu untuk menuntun jalan kami trekking menuju puncak. Kami tidak terburu-buru waktu itu untuk mendaki, karena cuaca yang mendung sehingga Sunrise pun tak mungkin untuk di dapatkan. Jam setengah 6 pagi rombongan kami mulai menyusuri jalan setapak menuju puncak. Ternyata hanya butuh 10 menit untuk mencapai dasar dari kubah pasir gunung Krakatau dari bibir pantai, hanya menerobos beberapa ratus meter hutan cemara yang memisahkan antara pantai tempat kami menginap dengan dasar kubah pasir gunung Krakatau purba tersebut. Mendaki gunung ini, saya jadi teringat saat mendaki kubah pasir gunung Semeru. Bedanya di gunung semeru kita butuh waktu 2-3 jam untuk mendaki, disini kita hanya butuh waktu 15 menit untuk sampai puncak. Kami berdiri persis di samping gunung anak Krakatau yang masih aktif, diatas punggungan kubah pasir yang padat. dari atas sini bisa terlihat gugusan pulau-pulau kecil yang ada di sekitar gunung ini. Konon saat gunung Anak Krakatau meletus, para reporter televisi dan media mengambil gambar dan mengabadikan letusannya di pulau Rakatta agar aman dari lava panas yang dikeluarkannya. Sebenarnya pemandangan paling mengasyikkan adalah ketika gunung ini sedang meletus, kita bisa melihat percikan api yang membumbung ke langit seperti kembang api raksasa dari mulut gunung tersebut. Nah jika kita ingin menikmati moment indah sekaligus berbahaya ini, tunggu saat gunung Anak Krakatau ini meletus lalu kita camping di Pulau Rakatta untuk menikmati pesta kembang api raksasa di malam harinya.  Sekitar 2 jam kami menikmati sejuknya udara pagi dipunggungan Anak Krakatau dan juga pemandangan alam sekitarnya yang terhampar luas. Setelah puass berada di puncak, kami segera memutuskan untuk turun kembali ke tempat camping. Tidak ada lagi agenda lain setelah ini, kami memutuskan untuk pulang langsung ke Pelabuhan Canti.

Arung Jeram Ekstrim

Waktu menunjukkan pukul 10 pagi, kami segera memulai perjalanan pulang menuju pelabuhan canti. Kejutan besar diberikan pada kami, perahu meninggalkan Anak Krakatau dengan memutar mengelilinginya ke arah selatan. Tak ayal ombak besar lautan lepas samudera hindia pun menghempaskan perahu kayu sederhana milik pak Amir. Perahu dihadang ombak besar dari depan, sehingga tabrakan keras pun terjadi, perahu menghujam tajam kebawah, air laut pun terhempas ke kami yang duduk didepan moncong perahu bagian depan, basah kuyub dehh. Kami pun berteriak sekencang-kencangnya sambil berpegangan erat agar tidak jatuh ke laut (**Berlebihan 😀 ). Karena kapal memutar mengelilingi gunung Anak Krakatau ini, maka kami bisa melihat dengan utuh bagian gunung yang masih aktif tersebut. Pemandangan gunung Anak Krakatau dengan background langit biru pun sangat indah di depan mata kami. Perjalanan dari Anak Gunung Krakatau ke Pelabuhan Canti memakan waktu sekitar  4 jam tanpa berhenti, sampai Canti sekitar pukul 2 siang.

Meninggalkan Surga Kecil

Sampai di pelabuhan Canti sekitar pukul 2 siang, kami dipersilahkan mandi untuk membersihkan diri di  toko dekat pelabuhan. Sebagian dari kami mandi di rumah pak Wawan, ranger yang juga menemani kami. Jam 3 sore angkot yang akan membawa kami pun sudah tiba dan siap mengangkut kami kembali ke Pelabuhan Bakauheni. Ini adalah angkot sewaan yang sudah janjian mengangkut kami pulang pergi Bakauheni – Canti di hari sebelumnya waktu kami berangkat kesini. Kembali kami menyusun strategi untuk bisa memasuki angkot kecil ini, karena barang bawaan kami sudah berkurang banyak, maka angkotpun lebih longgar dan lebih nyaman (walaupun tetep umpek2an seperti sayuran 😀 ). Perjalanan dari Canti ke Bakauheni memakan waktu kurang lebih 2 jam karena kepadatan jalan dan kemacetan di jembatan yang sedang diperbaiki. Kami sampai di Bakauheni sekitar pukul 5 sore, segera kami membeli tiket kapal menuju Merak. Akhirnya kapal berangkat sekitar pukul 6 sore, sampai di pelabuhan Merak pukul 8 malam. Dari pelabuhan Merak, kami naik Bus Arimbi PATAS-AC yang memiliki tujuan akhir Kampung Rambutan. Inilah akhir petualangan kami menikmati Surga Kecil di Anak Gunung Krakatau, benar-benar petualangan yang komplit dan penuh warna . . .

Thanks to #Suddenly Community   . . . I missing traveling together with all of you . . . .


Tanggapan

  1. mar bro…kalo bisa tinggalin dong nomer tlp guides’a,buat rekan2 yg lain biar ga bingung kalo mau kesana.kan bisa ajang silahturrahmi antara sesama penjelajah.

  2. […] nggak perlu sampai puncak via mantostrip.wordpress.com […]

  3. […] nggak perlu sampai puncak via mantostrip.wordpress.com […]

  4. […] nggak perlu sampai puncak via mantostrip.wordpress.com […]

  5. […] nggak perlu sampai puncak via mantostrip.wordpress.com […]

  6. […] nggak perlu sampai puncak via mantostrip.wordpress.com […]

  7. […] nggak perlu sampai puncak via mantostrip.wordpress.com […]

  8. […] nggak perlu sampai puncak via mantostrip.wordpress.com […]

  9. […] nggak perlu sampai puncak via mantostrip.wordpress.com […]

  10. […] nggak perlu sampai puncak via mantostrip.wordpress.com […]


Tinggalkan komentar

Kategori