Oleh: mantostrip | Mei 30, 2010

Marathon Hue to Hanoi : Perjalanan bukan sekedar Destinasi


Perjalanan Bukan Sekedar Destinasi

Dalam perjalanan saya ke Vietnam, inilah misi yang sejak dari awal saya prediksi paling sulit untuk diselesaikan. Selain tempatnya yang jauh dari kota, posisinya juga berada di sebuah pegunungan yang waktu tempuhnya dari Dong Hoi memakan waktu 6 jam lebih. Bagi saya, perjalanan bukan sekedar destinasi. Keluar dari stasiun Dong Hoi kembali saya disambut dengan cuaca yang tidak bersahabat, gerimis lembut menemani perjalanan saya menuju pusat kota Dong Hoi. Saya memilih untuk jalan kaki dari stasiun ke pusat kota, berharap menemukan terminal bus atau travel agent yang bisa mengantar saya menuju Phong Nha Ke Bang, salah satu taman nasional di Vietnam yang memperoleh gelar Natural World Heritage oleh UNESCO. Pong Nha Ke Bang merupakan sebuah Gua kapur yang besar, terletak di pegunungan kapur sebalah barat laut kota Dong Hoi. Wisata yang ditawarkan adalah trekking menggunakan boat memasuki gua yang lebar dan panjang tersebut, sungguh mengasyikkan bukan. Dong Hoi merupakan kota kecil, tidak lebih besar dari kota Klaten, kampung halaman saya. Pagi hari masih belum banyak aktivitas warga disini, hanya terlihat tukang ojek yang bergantian menawarkan jasa kepada saya. Disamping kanan kiri terdapat ruko-ruko yang nampak baru didirikan. Hampir satu jam lebih saya berjalan kaki menyusuri pusat kota ini, pundak saya terasa terbakar memanggul backpack. Sampai pula saya di terminal Dong Hoi, terminal yang berisi minibus dan bus sebesar metromini, jumlahnya pun tak lebih dari 10 buah. Saya mencoba masuk dan bertanya kepada seseorang yang memberikan layanan tiket disana. Tak seorangpun bisa berbahasa inggris, sampai saya harus menggambar dan menunjukkan peta Phong Nha Ke Bang di print-out yang saya bawa. Lalu salah seorang dari mereka menunjukkan saya tempat, yaitu Ben Xe Namly atau Terminal Namly. Saya tidak tau apa yang dia katakan, letaknya dimana saya juga tidak tahu, dia hanya menunjuk arah dan berbicara dalam bahasa vietnam yang tidak saya mengerti. Terpaksa saya mengandalkan tukang ojek di depan terminal untuk mengantar saya. Sampai di Ben Xe Namly, suasananya tak jauh beda. Hanya ada satu bus yang parkir disana, dan saya tidak menemukan bus bertuliskan trayek ke Phong Nha Ke Bang. Sementara gerimis terus mengguyur kota ini. Tukang ojek berusaha mmbantu saya menanyakan ke petugas di terminal yang sepi tersebut. Dia kembali dengan penuh semangat memberi tahu saya dengan bahasa vietnam, percuma saja saya tidak mengerti maksudnya. Dia aku suruh menulis dan menggambar di kertas kosong tentang informasi tersebut. Baru saya paham maksudnya, bahwa untuk menuju ke Phong Nha Ke Bang memerlukan waktu kurang lebih 6-7 jam. Jika berangkat jam 8 pagi, maka sampai sana jam 2 siang. Jadi pulang ke Dong Hoi paling cepat jam 10 malam. Tambah pusing saja saya mendengar penjelasanya. Saya dihadapkan pada pilihan yang sulit, jika saya memaksakan ke Phong Nha, bisa-bisa destinasi berikutnya akan tidak tercapai dan membahayakan kepulangan saya ke Indonesia. Sejenak saya berfikir, tukang ojek pun hanya tersenyum melihat saya terlihat putus asa. Saya memandang ke langit, cuaca kelihatanya tidak bersahabat pula untuk melanjutkan perjalanan ke Phong Nha. Kalau di Dong Hoi saja gerimis sepanjang hari, apalagi di pegunungan sana. Saya memutuskan untuk membatalkan destinasi ini, dan meminta tukang ojek mengantar saya ke jalan raya 1A untuk mencegat Bus umum jurusan Hanoi. Diantarlah saya ke jalan raya 1A, jalan raya utama yang dilewati bus antar kota. Seperempat jam saya menunggu, tapi tidak ada tanda-tanda bus jurusan Hanoi lewat jalan ini. Datanglah sebuah minibus dengan papan nama didepanya bertuliskan ”VINH”, merupakan ibukota Provinsi Quang Binh. Kernet bus menawari saya dengan berteriak ”Vinh….”, saya jawab dengan teriakan ” Hanoi….”. Kembali kernet tersebut berteriak ” Vinh ….Hanoi”, sambil memberikan isyarat kepada saya kalau dari Vinh nanti oper Bus ke Hanoi. Dalam keadaan seperti ini kita dituntut untuk berfikir cerdas dan cepat, karena kesempatan baik belum tentu akan datang dua kali. Yang jelas kita juga harus mempertimbangkan resiko yang ada, jangan sampai asal-asalan naik bus tanpa tau arah tujuan. Bergegas saya melompat ke dalam Minibus, meninggalkan kota Dong Hoi yang masih belum bangun dari tidurnya.

Peeing Massal

Perjalanan ini walaupun penuh rintangan dan hambatan, tetapi memberikanku pengalaman yang berharga untuk memecahkan sebuah masalah dengan cepat dan cerdas. Angkutan antar kota dalam provinsi bukannya bus besar, tetapi hanya sebuah minibus yang besarnya sama dengan ELF di Indonesia. Ongkos dari Dong Hoi ke Vinh adalah 100.000 VND, perjalanan memakan waktu kurang lebih 4 jam. Vinh merupakan ibukota dari Provinsi Quang Binh. Sepanjang perjalanan dari Dong Hoi ke Vinh diselimuti dengan gerimis tebal dan sesekali menerjang hujan. Udara dingin di dalam minibus pun bertambah dingin karena udara luar yang begitu dingin. Semua orang mengenakan jaket dan meringkuk kedinginan. Minibus berhenti menaikkan penumpang dan juga kadang menurunkan penumpang di pinggir jalan, sementara penumpang keluar masuk minibus dengan berlari karena diluar sana sedang gerimis lebat. Gerimis lebat maksudnya yaitu gerimis yang sangat rapat, sehingga menyerupai hujan salju. Hujan seperti ini waktunya sangat lama, bisa seharian penuh tanpa henti seperti di Hue City kemarin. Karena udara yang semakin dingin, saya merasa kebelet kencing dan tak tertahankan lagi. Sementara minibus terus melaju dengan kecepatan penuh, mau minta berhenti sebentar saya juga tidak enak karena bangku saya berada di tengah jauh dari kernet. Tiba-tiba minibus mengurangi kecepatanya dan berhenti di dekat perkampungan penduduk, ternyata ada salah seorang penumpang yang mau turun. Inilah kesempatan saya untuk minta waktu buang air kecil. Saya ikutan turun dari bus dan memberi kode pada kondektur kalau saya mau kecing sebentar. Kondisi waktu itu masih gerimis lebat, tak peduli saya langsung mencari posisi kencing di pinggir jalan. Setelah saya selesai kencing, begitu saya mau masuk ke bus, semua orang di dalam bus berhamburan keluar dari bus. Malahan ada yang membuka jendela dan melompat keluar dari jendela. Ada apa ini, laki-laki dan perempuan semuanya keluar dari bus dan berlarian mencari posisi masing-masing. Ternyata tidak saya saja yang ”ngampet” buang air kecil, buktinya mereka sekarang malah melakukan ”Peeing Massal”. Lega sudah rasanya membuang beban satu ton yang saya bawa sejak tadi. Semua orang kembali ke posisi tempat duduk masing-masing, minibus kembali melanjutkan perjalanan ke Vinh. Saya sempat tertawa sendiri melihat kejadian lucu ini, masa’ orang satu bus cowok dan cewek buang air kecil bersama-sama di pinggir jalan raya hahaha…. Sayalah pemenang lomba buang air kecil tersebut, karena saya yang paling cepet kembali ke Bus :D. Setelah menempuh perjalanan panjang, sampai juga saya di kota Vinh. Ternyata kota Vinh itu cukup besar, banyak gedung-gedung bertingkat disini. Maklum, kota ini adalah ibukota provinsi. Saya sempat melihat Vinh University yang bangunanya megah berdiri di pingging jalan utama kota Vinh. Walaupun kota besar, Vinh bukan merupakan kota Wisata. Pemerintah Vietnam tidak mem-promote kota ini seperti 8 kota wisata lainya, mungkin memang tidak ada tempat wisata yang menarik di daerah ini. Tiba diterminal Vinh pukul 12 lebih 30 menit. Kernet bus memberitahu saya untuk membeli tiket Bus ke Hanoi di bangunan sebelah. Segera saya mengambil backpack dari bagasi dan mencari tiket Bus ke Hanoi. Terminal bus di kota Vinh cukup besar dan ruwet, persis seperti terminal bus Tirtonadi Solo. Ada beberapa loket penjualan tiket bus ke Hanoi, semuanya bertuliskan dalam bahasa Vietnam. Saya mencoba mempelajari time schedule yang dipampang di atas loket penjualan. Seperti biasanya saya mencatat diatas kertas dan berencana memberikanya ke petugas penjaga loket. Tetapi semuanya tidak berjalan dengan mulus, banyak orang lokal yang berkerumun didepan loket bergantian tanpa antrian yang jelas. Tak mungkin saya menyela mereka, terlalu ruwet untuk dijinakkan. Ada seorang bertanya pada saya mau kemana, saya jawab ke Hanoi. Saya sudah menyiapkan uang sebesar 130.000 VND sesuai dengan harga tiket yang tertera di loket. Seseorang tadi mengambil uang saya dan mengitungnya, setelah itu dia mengibaskan uang saya dan memberikan kembali ke saya seolah uang itu tidak cukup untuk pergi ke Hanoi. Saya coba keluar dari keramaian dan mencari sudut pandang lain untuk mendapatkan Bus jurusan Hanoi. Ada seseorang yang bertanya pada saya lagi ”Mau kemana..??”, saya jawab singkat ”Hanoi..”. Dia mengambil uang yang saya bawa dan mengatakan kurang, dengan bahasa Vietnam. Lalu dia mengambil uang disakunya dan menunjukkan ke saya sebesar 150.000 VND. OK, saya ambil dompet saya dan saya tambahkan 20.000 VND, kemudian saya diantar naik ke bus jurusan Hanoi. Hujan gerimis terus mengguyur kta Vinh, bus meninggalkan kota ini pukul 1 siang menuju ke kota impian berikutnya yaitu Hanoi.


Tinggalkan komentar

Kategori